Pertanian turut menyelamatkan ekonomi nasional
Ketika sektor industri manufaktur terpuruk akibat krisis moneter diakhir tahun 1990'an, Indonesia kembali mengandalkan ekspor komoditi primer yang dianggap memiliki nilai tambah yang rendah. Banyak kalangan yang mengkritisi keadaan ini karena dianggap sudah bukan jamannya lagi pada masa kini negara hanya menjual bahan baku.
Negara tetangga sesama ASEAN yang ekonominya meningkat pesat sangat mengandalkan ekspor industri manufaktur untuk menunjang pertumbuhan ekonominya seperti misalnya yang dilakukan oleh Malaysia, Singapura dan Thailand.
.
sumber: http://www.datacon.co.id/Seed-2009Fokus.html
Ketiga negara tersebut sangat export oreinted bukan hanya untuk produk manufaktur tapi juga untuk produk pertanian. Indonesia dianggap terbelakang karena belum sepenuhnya ekspor oreinted, bahkan untuk produk perkebunan seperti Crude Palm Oil (CPO) juga perdaganganya masih diatur dengan mendahulukan pasar dalam negeri melalui pengenaan pajak ekspor.sumber: http://www.datacon.co.id/Seed-2009Fokus.html
Kebijakan tersebut selama ini dianggap kurang mendukung perekonomian karena kurang mendorong pengusaha untuk mengembangkan ekspornya. Namun ternyata ada sisi positif dari kondisi ini. Ketika krisis finansial global terjadi yang telah mendorong melambungnya harga komoditi primer, Indonesia turut menikmati keuntungan karena harga CPO, karet, kakao maupun barang tambang seperti batubara, timah, dan nikel yang meningkat tinggi menyebabkan meningkatnya devisa yang masuk.
Setelah puncaknya harga minyak tercapai pada pertengahan Juli 2008 berbagai harga berbagai komoditi primer kemudian juga menurun karena kelesuan ekonomi di negara maju sebagai pasar tujuan ekspor utamanya. Negara yang merasakan dampak negatif peristiwa itu terutama negara eksportir produk manufaktur, karena volume dan nilai pasarnya yang segera anjlok.
Singapura yang sangat bergantung pasar ekspor paling merasakan dampak negatif sehingga ekonominya mengalami kontraksi sampai - 10% awal tahun 2009, demikian juga Thailand yang mulai memasuki maswa resesi ekonomi setelah dalam dua triwulan berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif. Malaysia juga menghadapi hal yang sama sehingga mulai mengurangi tenaga kerja asing yang selama ini mendukung kegiatan ekonomi mereka.
Kebijakan tersebut selama ini dianggap kurang mendukung perekonomian karena kurang mendorong pengusaha untuk mengembangkan ekspornya. Namun ternyata ada sisi positif dari kondisi ini. Ketika krisis finansial global terjadi yang telah mendorong melambungnya harga komoditi primer, Indonesia turut menikmati keuntungan karena harga CPO, karet, kakao maupun barang tambang seperti batubara, timah, dan nikel yang meningkat tinggi menyebabkan meningkatnya devisa yang masuk.
Setelah puncaknya harga minyak tercapai pada pertengahan Juli 2008 berbagai harga berbagai komoditi primer kemudian juga menurun karena kelesuan ekonomi di negara maju sebagai pasar tujuan ekspor utamanya. Negara yang merasakan dampak negatif peristiwa itu terutama negara eksportir produk manufaktur, karena volume dan nilai pasarnya yang segera anjlok.
Singapura yang sangat bergantung pasar ekspor paling merasakan dampak negatif sehingga ekonominya mengalami kontraksi sampai - 10% awal tahun 2009, demikian juga Thailand yang mulai memasuki maswa resesi ekonomi setelah dalam dua triwulan berturut-turut mengalami pertumbuhan negatif. Malaysia juga menghadapi hal yang sama sehingga mulai mengurangi tenaga kerja asing yang selama ini mendukung kegiatan ekonomi mereka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar